Secara keseluruhan Al-Quran ini memiliki beberapa kandungan umum yang termaktub didalamnya. Diantaranya menjelaskan mengenai Aqidah, hukum, ibadah, akhlak, muamalah dan juga cerita-cerita sejarah ummat terdahulu.
Sedangkan yang akan kita bahas kali ini merupakan sisi lain dari AlQuran yang jarang diketahui oleh ummat muslim, yakni mengenai Akhlaq Al-Quran.
Mungkin kita beranggapan akhlaq Al-Quran itu mengenai pengajaran tentang akhlak yang termaktub didalam Al-Quran, seperti berhusnuzan, menjaga mulut, mata dan perbuatan, atau menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan lain sebagainya. Bahkan Nabi Muhammad dalam hadits riwayat Muslim dari Aisyah mengatakan bahwa beliau memiliki Akhlak Al-Quran.
Iya, yang sebenarnya kita tahu itu adalah akhlak yang tersurat dalam Al-Quran, yang tertulis dalam Al-Quran. Namun pembahasan kita bukan sebatas itu, sisi lain Al-Quran ini merupakan akhlak yang tersirat dalam dalam Al-Quran. Yang mana untuk mengetahuinya harus melalui perenungan, tadabbur dan pemahaman. Oleha karenanya dalam Al-Quran selalu ada bunyi ayat perintah untuk menghayati, memerhatikan dan mentadabburi Quran, seperti afala ta’qilun (Maka tidaklah kamu berpikir?), la’allakum tatafakkarun (agar kamu berfikir), in kuntum ta’qilun (jika kamu memahaminya), afala yatabaaruun (Maka apakah mereka tidak memperhatikan), afala tatazakkarun (Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)?), dan lain sebagainya.
Nah, diantara akhlak Al-Quran yang dapat kita renungi adalah bagaimana cara Al-Quran memberikan contoh atau perumpamaan serta juga cara Al-Quran mencerikana cerita-cerita ummat terdahulu.
Jika Al-Qur’an menceritakan ucapan, kisah dan perilaku buruk orang-orang tertentu, maka mereka disebut dengan cara “mubham” tanpa nama seperti “alladzina kafaru”, “alladzina zholamu”, “alladzina asy-roku”, “alladzina istakbaru”, al-mala’, sadatana, kubaro-ana, adh-dhollun, al-maghdhub ‘alaihim, dan lain-lain.
Tokoh besar yang disebut berulang-ulang dalam Al-Quranpun hanya disebut gelarnya. Misalnya Fir’aun. Istilah ini adalah sebutan untuk gelar raja Mesir kuno, mirip seperti gelar Kisro di Persia, Qoishor di Romawi, dan An-Najasyi di Habasyah.
Hanya sedikit dalam Al-Qur’an yang menyebut nama langsung orang-orang buruk seperti Qorun, Jalut, Abu Lahab, dan Azar. Itupun karena mereka terkait dengan perkara-perkara besar yang hikmahnya diketahui Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Selebihnya tokoh-tokoh yang dikisahkan perbuatan buruknya tidak disebutkan secara gamblang, contoh seperti habil dan qabil, nama ini tidak disebutkan dalam Al-Quran, Zulaikha yang ceritanya menggoda yusuf juga tidak disebutkan namanya secara lugas dalam Al-Quran melainkan dengan sebutan imraatul aziz yakni istri pembesar. Istri nabi Nuh dan Luth yang durhaka hanya disebutkan dengan sebutan imraata nuh dan imraata luth (istrinya nuh dan istrinya luth). Nama mereka tidak disebutkan dengan lugas dan diekpose.
Sebaliknya, jika menyebut orang baik, maka Allah menyebut dengan lugas namanya, bahkan disebut berulang kali dalam banyak ayat. Contohnya Adam, Idris, Hud, Nuh, Sholih, Ibrahim, Ishaq, Isma’il, Ya’qub, Yusuf, Zakariyya, Yahya, Musa, Ayyub, Idris, Maryam, Isa, Muhammad, Zaid, Dzulqornain, dan lain-lain.
Nah, dari fakta ini kita dapat mengambil beberapa pelajaran.
Pertama, Al-Quran mengajarkan kita untuk menjaga aib orang lain. Sebagaimana cara Al-Quran menjelaskan dan menceritakan sebuah kisah. Apabila kisah tersebut kisah yang buruk untuk diambil pelajarannya Al-Quran tidak menyebutkan pelakunya secara gamblang. Kecuali beberapa tokoh karena mereka terkait dengan perkara-perkara besar yang hikmahnya diketahui Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Kedua, Kisah-kisah Mereka diceritakan hanya untuk diambil ibrohnya agar tidak ditiru, bukan mendorong orang untuk “kepo” menyelidiki biografi mereka sehingga malah mempopulerkannya. Artinya Al-Quran mengajarkan kita agar fokus pada tujuannya. Maksdnya jika Al-Quran menceritakan sebuah kisah atau perumpamaan, maka tujuan yang ingin disampaikan dari ayat itu adalah agar kita mengambil pelajaran dari kisah mereka agar tidak mengulanginya. Dan menyibukkan diri dengan memperbaiki diri, bukan malah sebaliknya mencari tahu detail dari kisahnya hingga kita luput dari tujuan utamanya.
Ketiga, Al-Quran mengajarkan kita agar senantiasa mempopulerkan tokoh-tokoh baik. Gunanya agar banyak orang yang mengenal sehingga banyak orang yang meniru kebaikan dan teladannya. Dan juga sebaliknya, Al-Quran malah menyembunyikan tokoh-tokoh buruk agar tidak di populerkan.
Nah fenomena sekarang kita malah keseringan mempopulerkan tokoh-tokoh sesat, nyeleneh, pemburu ketenaran, orang fasik dan munafik daripada orang-orang baik.
Caranya juga bermacam seperti menshare statusnya, dibuatkan statusnya, dibuatkan berita, dibuatkan video, broadcast dan lain sebagainya. memang niat kita baik, yakni untuk memperlihatkan tokoh buruk kepada masyarakat agar ditindak kalau dia ini telah berbuat keburukan seperti meghina agama, kelompok, ras dan lain sebagainya.
Namun disisi lain kita juga tidak sengaja mempopulerkannya. Bayangkan misalnya ada tokoh nyeleneh, awalnya tidak terkenal. Namun karena ia nyeleneh, kemudian kita share dan kita populerkan. Akhirnya dia punya banyak follower. Kemudian karena dia tidak sengaja terkenal. Orang-orang lain yang sepemikiran dengan dia pun ikut nimbrung. Akhirnya yang awalnya tokoh ini bukan siapa-siapa, sekarang malah punya pengikut, pendukung dan memiliki pengaruh. Salah kita juga karena kita tidak sengaja mempopulerkannya.
Ditambah lagi dengan kondisi negara kita yang tidak menentu, contohnya saja sekarang banyak ulama yang di kriminalisasi. Disisi lain tokoh-tokoh nyeleneh banyak dibiarkan bahkan kasus-kasusnya saja tidak ada kelanjutan. Ya bisa kita lihat, seperti ustadz duda yang awalnya bukan siapa-siapa lalu karena kita share sehingga terkenal dan populer hingga akhirnya sekarang dia punya pengikut dan pengaruh, ada lagi yang muncul dari tokoh politik hingga dosen di suatu Universitas.
Ya, beda kondisinya apabila negara kita sigap dan tanggap serta mengerti lah. Tapi kita tidak perlu banyak berharap pada negara kita. Karena faktanya berbeda dengan harapan.
Akhirnya kita disibukkan untuk mengurusi tokoh-tokoh ini. Padahal dalam Al Quran kita disuruh mempopulerkan orang-orang shalih.
Andai saja prinsip ini dipegang oleh pemilik-pemilik TV dan radio di negeri ini sehingga tahu mana tokoh yang diberi panggung dan mana yang tidak…
Andai saja prinsip ini dipegang oleh pemegang kebijakan di kampus sehingga bisa tahu siapa yang layak dijadikan pengajar mahasiswa dan mana yang tidak, siapa yang layak diundang dalam diskusi ilmiah dan mana yang tidak…
Andai saja prinsip ini dipegang oleh pemilik koran, majalah dan media cetak di negeri ini sehingga bisa tahu tulisan siapa yang layak dipopulerkan dan mana yang tidak…
Andai saja prinsip ini dipegang oleh pemilik percetakan dan pemodal industri buku sehingga tahu karya siapa saja yang layak diorbitkan dan mana yang tidak…
Andai saja prinsip ini dipegang oleh para pemuda berbakat yang bisa membuatkan video-video dan meme-meme menarik terkait dakwah dari ilmu para ulama-ulama salih itu, sehingga Youtube, Instagram dan berbagai media sosial lainnya penuh dengan tebaran ilmu manfaat… bukan malah sibuk mengurusi tokoh-tokoh dengan perilaku nyelenehnya
…Niscaya umat akan lebih terbimbing dengan hidayah, tidak bingung dengan tokoh-tokoh palsu, dan tidak dikacaukan dengan para penyesat.
Terimakasih untuk website, irtaqi.net untuk inspirasinya.
No comments:
Post a Comment