Saturday, March 24, 2018

Kenapa Nabi Muhammad Tidak Bisa Membaca & Menulis?



Nabi Muhammad tidak bisa membaca?, Loh,.. nabi kok tidak bisa membaca.

Jadi tetmen-temen beberapa minggu yang lalu ada yang berkomentar di channel youtube saya, jadi ada umat Muslim yang murtad hanya karena Nabi Muhammad tidak bisa membaca dan menulis, kebetulan komentarnya lupa saya screen shoot karena uda tenggelem...

Nah, saya rasa alasan murtad karena hanya Nabi tidak bisa membaca merupakan alasan yang sangat sepele. Apalagi ia belum mengerti alasan, hikmah dan kenapa Rasulullah tidak bisa membaca maupun menulis.

Sehingga ia mudah terpengaruh dengan syubhat-syubhat seperti, “lihat nabi Muhammad gabisa membaca, masa seorang nabi gabisa membaca?”. Ingat temen-temen, para pendengki Islam selalu memiliki cara untuk menanamkan kegundahan dalam hati-hati kita ini yang Muslim dengan retotika cara bicaranya, apalagi yang awam.

Itulah sebabnya dalam Al-Quran memerintahkan agar bertanya kepada orang yang mengerti jika ada hal-hal yang meragukan seperti ini. Dan juga ini menunjukkan agar kita Muslim lebih banyak mengenal lagi agama Islam lebih dalam. Nah, seharusnya kita muslim mengenal banyak agama kita supaya tidak mudah ditipu dan dibodoh-bodohi oleh orang lain.

Nah, lalu kenapa sih Muhammad sebagai Nabi Allah tidak menjadikannya bisa membaca dan menulis?. Informasi bahwa Nabi tidak bisa membaca dan menulis juga termuat dalam surat Al-Araf ayat 157 dan Al-Angkabut ayat 48.

Oke jadi begini temen-temen. Pada masa itu, bahkan sebelum lahirnya Muhammad bangsa Arab belum mengenal struktur dan tata-bahasa yang baku. Maksudnya begini, jika kita pelajari bahasa Inggrs ada yang namanya grammar sbgai ilmu yang mempelajari tata bahasa inggris sehingga kita tahu bagaimana cara menulis dan membaca bahasa inggris yang bener. Begitu juga bahasa Indonesia, kita pernah mempelajari mata pelajaran bahasa Indonesia yang berisi aturan dalam bahasa-bahasa indonesia baik cara menulis maupun membaca. Jadi gimana cara baca yang bener, cara menulis yang bener ada patronnya, ada aturannya, ada ilmu yang membahasnya.

Namun Bahasa Arab pada masa itu, khususnya dimasanya Rasulullah, belum ada yang namanya ilmu begini nih. Kalau sekarang ilmu tata-bahasa Arab disebut Nahwu dan Sharaf, dulunya pada masa Nabi belum ada ilmu ini temen-temen.

Oleh karenanya pada masa itu sangat jarang orang menulis, ya karena tidak ada aturan bakunya. Nah, kalau orang yang menulis aja jarang. Gimana lagi dengan orang membaca? Apanya yang mau dibaca kalau tulisannya langka. Sehingga banyak orang yang tidak dapat membaca ketika itu karena tidak ada tulisan untuk dibaca maupun dipelajari.

Jadi ketika itu hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menulis dan membaca. Namun walaupun mayoritas mereka disebut masyarakat yang ummiy yakni tidak bisa menulis. Faktanya Rasulullah dikelilingi oleh para sahabat-sahabatnya yang mahir menulis yang disebut dengan Kaatib Rasul atau Sekretaris Rasulullah. Diantaranya Zaid bin Tsabit yang bertugas menulis surat-surat kepada Raja, Ali bin Abi Thalib yang bertugas menulis akad-akad perjanjian, Mughirah bin Syu'bah yang menulis kebutuhan-kebutuhan Nabi yang mendadak. Abdullah ibn Arqam yang bertugas menulis utang piutang dan akad-akad lainnya. Dan Hanzalah yang digelari Al-Kaatib karena berprofesi sebagai sekretaris umum.

Selain bisa menulis, sahabat Nabi juga ada yang bisa menterjemahkan bahasa asing. Contohnya Zaid bin Tsabit. Beliau kerap kali bertugas sebagai penerjemah surat-surat yang berbahasa non-arab kepada Rasul seperti bahasa Ibrani dan Suryani. Dan Zaid mampu mempelajari bahasa Ibrani selama 16 hari serta bahasa Suryani selama 17 hari saja. atas permintaan rasulullah SAW.

Dan sahabat wanita atau Shahabiyah yang dapat membaca dan menulis salah satunya Asy-Syifa binti Abdullah. Sedangkan Istri Nabi yang dapat membaca dan menulis adalah Hafsah dan Ummu Kultsum, sedangkan Aisyah hanya bisa membaca saja.

Dalam Kitab Al-Intishar disebutkan rasulullah memiliki 43 sekretaris. Namun sekarang temen-temen dapat membaca buku 65 Sekretaris Nabi SAW karya Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami yang nama berisi ke-65 biografi sekretaris Rasul.

Nah, oleh karena faktor tadi jadinya pada masa itu orang-orang arab mengagung-agungkan penyair. Karena para penyair dapat menulis dan menciptakan sebuah sastra Arab yang indah, yang mana pada saat itu belum ada aturan baku dalam bahasa Arab. Oleh karenanya mereka mengagung-agungkan penyair. Bahkan orang-orang yang dapat menulis pada masa Itu digelari Al-Kamiil yakni orang-orang yang sempurna.

Selain itu, pada masa itu tulis-menulis itu juga hanya untuk hal-hal yang penting saja seperti tulisan syair, hukum, aturan maupun surat. Nah dibawah ini merupakan contoh surat-surat yang ada pada masa itu. Dapat kita lihat bagaimana tulisan bahasa Arab ketika itu sangat berbeda dengan masa sekarang, tidak ada baris maupun titik. Sehingga selain orang Arab ketika itu tidak bisa membedakan huruf ba, ta, tsa, kha, ja, da, dza dan lain-lain karena tidak ada titik.


Nah, Sehingga karena jarang orang yang menulis dan membaca maka langka pula alat tulis seperti pena dan kertas. Oleh karenanya ketika itu saat Al-Quran turun para sahabat menulis ayat-ayat mereka dengar dalam media-media yang tersedia ketika itu seperti lempengan, tulang, kulit kayu, pelepah kurma dan lain-lain. Jadi salah jika ada yang mengatakan Al-Quran ditulis pada masa Utsman, karena faktanya Al-Quran sudah ditulis sejak masa rasulullah hidup dengan mendektekannya yang kemudian pada masa Abu bakar dikumpulkan hingga masa Utman di bukukan secara resmi.

Nah walaupun mayoritas bangsa Arab ketika itu tidak bisa membaca maupun menulis. Mereka terkenal dengan tradisi menghafalnya. Jadi bangsa Arab terkenal dengan kekuatan hafalan. Itulah sebab Al-Quran ketika di kumpulkan lebih banyak diambil dari hafalan sahabat. Nabi Muhammad sendiri sering mengulang-ngulang hafalan pada bulan ramadhan bersama Jibril.

Disisi lain dapat kita lihat bagaimana ulama kalau mau melihat keotentikan suatu hadits yang dinilai itu kualitas hafalan perawi sanadnya. Oke begini, temen-temen pasti pernah mendengar hadits dan ada bunyinya seperti “Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ufair berkata, Telah menceritakan kepadaku Al Laits berkata, Telah menceritakan kepadaku ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Hamzah bin Abdullah bahwa Ibnu Umar berkata: aku mendengar Rasulullah saw.

Itu artinya hadits ini diceritakan oleh Sa’id bin ‘Ufair, dia mendengar ceritanya kepada Al Laits, dan Al Laits mendengar ceritanya dari ‘Uqail, ‘Uqail dari Ibn Syihab, Ibn Syihab dari Hamzah dan beliau mendengar langsung dari Rasulullah.

Nah ini namanya sanad hadits. Jadi lafadz haditsnya dihafal oleh fulan, fulan fulan, fulan. Jadi kalau mau melihat keotentikan Hadits bukan dari tanggal kapan ditulisnya, tapi dari tokoh perawi sanadnya. Misalnya apakah mereka kuat hafalannya dsb.

Nah, itulah alasan secara sosial-historisnya kenapa Rasulullah tidak bisa membaca dan menulis. Bahwa ketika itu memang mayoritas orang Arab tidak bisa menulis dan membaca. Loh apanya yang mau dibaca? Tulisannya aja langka? Dan mau tulis gimana? Aturan tulis yang baku aja ga ada. Maksdnya begini, saya mau tulis buku nih, nah masalahnya gimana cara saya nulisnya kalau aturan dalam menulisnya aja tidak ada? Oleh karenanya orang-orang Arab saat itu mengagungkan syair-syair indah. Mereka berfikir, kok ada yang bisa buat bahasa yang begitu indah, kurang lebih begitu lah. Contohnya Labeid bin Rabia, jika ia membacakan puisinya menyebabkan orang-orang Arab bersujud di hadapannya karena merasa kagum dengan syairnya itu. Segitu agungnya syair ketika itu.

Nah, alasan lain kenapa Rasul tidak bisa membaca dan menulis untuk membuktikan bahwa Al-Quran ini dari Tuhan. Maksudnya begini, bagaimana bisa seorang yang tidak bisa membaca dan menulis bisa menciptakan suatu kalimat yang memiliki sastra tinggi melebihi syair-syair bangsa Arab ketika itu, Nabi Muhammad kan tidak dikenal sebagai penyair.. lah nulis aja gabisa apalagi mebaca tulisannya. Tapi kok bisa loh menciptakan ayat dengan syair-syair indah seperti Quran?

Jadi ada cerita dimana pembesar-pembesar mekkah yang kafir ketika itu sering nguping bacaan-bacaan Quran Nabi Muhammad secara diam-diam dimalam hari. Suatu malam Abu Jahal keluar secara diam-diam ke rumah ponakannya, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Dia diam-diam secara sembunyi2 menyimak bacaan Al Qur’an keponakannya itu, dan saking nikmatnya tanpa terasa hari menjelang subuh. Merasa kuatir tindakannya diketahui orang lain, Abu Jahal pulang dengan langkah yang hati-hati. Akan tetapi pucuk dicinta ulam pun tiba ditengah perjalanannya itu ia bertemu dengan dua temannya, yaitu Abu Sufyan dan Al Akhnas bin Syuraiq.

Kaget dong sekaligus menggelikan, ternyata mereka baru saja melakukan hal yang sama, mencuri-curi lantunan bacaan Al Qur’an Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Mereka bertiga pun tak dapat lagi menyembunyikan rasa malu mereka. Akhirnya mereka sepakat untuk tidak lagi mengulangi perbuatan mereka.

Namun nyatanya, malam kedua mereka kembali lagi. Mereka mengingkari janji mereka lagi. Dan Allah pun mempertemukan mereka kembali di jalan, semakin malulah mereka. Lalu mereka membuat janji lagi untuk tidak mengulanginya. Tapi apa yang terjadi?

Di malam ketiga, mereka tetap ingkar janji, mereka datang kembali untuk mencuri lantunan bacaan Al Qur’an Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam di rumahnya. Dan, mereka pun berpapasan lagi untuk yang ketiga kalinya. Mereka mulai saling menyalahkan satu sama lain. Akhirnya, berjanji lagi, dan lagi. Masing-masing mereka berjanji akan mengakhiri perbuatan mereka itu.

Kejadian itu membuat Akhnas bin Syuraiq bertanya-tanya, kenapa bisa terjadi seperti itu? Akhnas bin Syuraiq tidak bisa menahan dirinya untuk meminta pendapat tentang apa yang dirasakan oleh kedua temannya. Abu Sofyan juga mengakui kehebatan ayat Al-Quran, hanya saja Abu Jahal dengan sombong tidak mau mengakuinya.

Akhirnya Akhnas dan Abu Sofyan masuk Islam bahkan Abu Sofyan temasuk tokoh yang menulis Al-Quran, namun tidak Abu Jahal dengan kesombongannya.

Hal ini juga membuat Labeid bin Rabia tokoh penyair ulung terkagum-kagum dengan Quran. Membuat Tufayl penyair ulung dari suku Douse masuk Islam setelah mendengat surat Al-Falaq. Inilah juga sebab yang menjadi Umar, manusia yang paling ditakuti pada masa itu masuk Islam. Karena mendengar adiknya membaca Quran pada surat Thaha. Ya, temen-temen bisa nonton di youtube tentang eksperimen non-muslim mendengar Al-Quran. Nah, itu orang non-arab yang mendengar saja takjub. Apalagi orang-orang arab ketika itu.

Pembesar-pembesar Arab itu tidak ingin masuk Islam bukan karena faktor agamanya. Mereka tidak mau masuk Islam karena mereka menganggap nanti jabatan mereka akan turun, jabatan mereka akan diambil oleh Nabi Muhammad, atau faktor kelas sosial yang saling gengsi satu sama lain. Padahal tidak begitu. Itulah sebabnya di awal-awal dakwah, yang masuk Islam dari kalangan orang miskin dan lemah.

Nah, inilah yang namanya Mukjizat Al-Quran. Dimana bahasa-bahasa Al-Quran hadir begitu indah dari orang yang kalau difikir-fikir tidak mungkin dapat menciptakan syair seindah ini.

Lalu dari mana juga ilmu tata bahasa Arab yang sekarang. Tahukah temen-temen, ilmu tata bahasa Arab ini diekstrak dari Al-Quran oleh Abu Aswad Ad-Duali, Yahya bin Ya’mur, Khalil Fahadiri, Subawaiyh dan tokoh-tokoh terkenal lainnya. Jadi bukannya Al-Quran yang mengikuti aturan kebahasaan Arab, melainkan aturan tata bahasa arab mengikuti aturan yang dikestrak dalam Al-Quran. Termasuk Alkitab atau Bible dalam bahasa Arab. Jadi kalau ada yang bilang ada ayat Al-Quran yang tidak sesuai dengan tata bahasa Arab, ya.. malah faktanya tata bahasa Arab dikestrak dari Al-Quran.

Dan kalau ada yang tanya kenapa sih Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab? Salah satu jawabannya; malah Al-Quran sediri yang menciptakan bahasa Arab. Iya, kalau kalian ke negara-negara Arab. Ternyata, bahasa Arab dengan bahasa Al-Quran sangat berbeda. Bahkan jika kalian berbicara dengan bahasa Arab seperti bahasa Arab yang kalian pelajari di sekolah dan pesantren mereka akan bilang Shadaqallahul ‘azdhim karena dikira kita membacakan Ayat Al-Quran.

Di Arab itu ada dua model bahasa Arab. Bahasa ‘Amiyah atau bahasa sehari-hari dan bahasa Fushah yakni bahasa formal. Nah secara tata bahasa juga berbeda antara bahasa ‘amiyah atau bahasa sehari-hari dengan bahada fushah atau bahasa formal yang diekstrak dari Al-Quran. 

Contohnya, jika saya bertanya dimana alamatmu? dalam bahasa arab sehari-hari ‘Unwaanak feyn dalam bahasa arab fushah Ma ‘unwaanuka. Ya, jauh yaa antara ‘Unwaanak feyn dan Ma ‘unwaanuka. Antara bahasa Arab sehari2 dengan bahasa Arab yang diekstrak dari Quran.

Jadi jika ada yang mengatakan Al-Quran itu berbahsa Arab, sebenarnya bahasa Al-Quran sesuatu yang berbeda dengan bahasa Arab orang Arab sehari-hari. Itu faktanya.

Terus kalau Nabi tidak bisa membaca, bagaiaman beliau membaca Al-Quran? Nabi tidak perlu membaca teks Al-Quran. Karena beliau menghafal seluruh isi Al-Quran temen-temen. Jadi Al-Quran ini sebenarnya kitab berbasis hafalan. Berbeda dengan Alkitab yang berbasis teks, artinya kalau ada teks yang hilang maka hilanglah dia. tetapi jika kitab Al-Quran ini hilang maka dalam jangka waktu 2 hari bisa dikembalikan dan ditulis kembali, ini bentuk bukti bahwa Allah menjaga Al-Quran dengan menjadikan kitab ini berbasis hafalan bukan berbasis teks. Itulah sebabnya kita dianjurkan untuk menghafal Al-Quran.

Oleh karenanya ketidak mampuan nabi Muhammad dalam membaca bukan suatu bentuk kecacatan seorang Nabi, tetapi sebagai bentuk bukti dan kemukjizatan atas status kerasulan beliau bahwa Al-Quran yang dibawakan oleh beliau benar-benar dari Tuhan.

Nah, semoga jawaban saya bisa menjawab kegundahan-kegundahan hati temen-temen selama ini. Dan juga kalau misalnya temen-temen menjumpai syubhat-syubhat yang menimbulkan kegundahan dalam hati. Jangan langsung dipercayai, bertanya dulu, dan berilmu dulu supaya kita mengerti dan faham apa hikmah dibalik itu semua.

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

No comments:

Post a Comment